Akhirnya, MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi Pasal 335 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1946 tentang KUHP terkait delik perbuatan tidak menyenangkan dan Pasal 21 ayat (4) UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP
. MK membatalkan frasa perbuatan tidak menyenangkan dalam Pasal 335 KUHP, tetapi MK tak membatalkan Pasal 335 ayat (1) KUHP dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP sebagai pasal yang bisa dilakukan penahanan.
“MK menyatakan bahwa frasa, “Sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan” dalam Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ucap Ketua MK, Hamdan Zoelva saat membacakan putusan bernomor 1/PUU-XI/2013 di ruang sidang MK, Kamis (16/1).
Sehingga, Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP selengkapnya berbunyi,“Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.”
Melalui kuasa hukumnya,permohonan ini diajukan oleh Oei Alimin Sukamto Wijaya yang berstatus tersangka akibat berlakunya kedua pasal itu. Pemohon telah ditahan oleh Polsek Genteng Surabaya pada 5 Agustus 2012 lantaran bertengkar dengan pemilik Hotel Meritus (Haryono Winata), padahal pemohon dalam posisi dianiaya Haryono. Kala itu, Alimin berujar “Hei kamu jangan pukuli aku di sini (hotelmu), kalau berani ayo bertengkar (jembatan) di Suramadu.”
Pemohon menilai penerapan Pasal 335 ayat (1) KUHP secara konstitusional bisa melanggar hak siapapun ketika ada penyidik atau penuntut umum menggunakan pasal itu. Sebab, frasa dalam Pasal 335 ayat (1) KUHP bersifat absurd (kabur) atau tidak jelas dan menimbulkan ketidakpastian hukum, sehingga siapapun dengan mudah bisa dijerat pasal karet itu.
Misalnya, orang meludah atau meletakkan barang di rumah orang lain selama pemilik rumah tidak suka, bisa dilaporkan ke polisi. Menurutnya, penerapan Pasal 335 ayat (1) KUHP sering disalahgunakan oleh penyidik, penuntut umum, atau hakim. Sebab, sesuai Pasal 21 ayat (4) huruf b KUHAP, tindak pidana perbuatan tidak menyenangkan ini dapat dilakukan penahanan. Praktiknya, ketika orang dituduh merusak barang atau asusila bisa ditahan, karena pasal yang dirujuk Pasal 335 ayat (1) KUHP.
Mahkamah menilai frasa “Sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan” dalam Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP telah menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan. Sebab, implementasi ketentuan itu memberi peluang terjadinya kesewenang-wenangan penyidik dan penuntut umum terutama bagi pihak yang dilaporkan.
“Ini bertentangan dengan prinsip konstitusi yang menjamin perlindungan atas hak untuk mendapatkan kepastian hukum yang adil dalamproses penegakan hukum,” ujar Hakim Konstitusi, Ahmad Fadil Sumadi, saat membacakan pertimbangan hukum.
Sehingga, Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP selengkapnya berbunyi,“Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.”
Melalui kuasa hukumnya,permohonan ini diajukan oleh Oei Alimin Sukamto Wijaya yang berstatus tersangka akibat berlakunya kedua pasal itu. Pemohon telah ditahan oleh Polsek Genteng Surabaya pada 5 Agustus 2012 lantaran bertengkar dengan pemilik Hotel Meritus (Haryono Winata), padahal pemohon dalam posisi dianiaya Haryono. Kala itu, Alimin berujar “Hei kamu jangan pukuli aku di sini (hotelmu), kalau berani ayo bertengkar (jembatan) di Suramadu.”
Pemohon menilai penerapan Pasal 335 ayat (1) KUHP secara konstitusional bisa melanggar hak siapapun ketika ada penyidik atau penuntut umum menggunakan pasal itu. Sebab, frasa dalam Pasal 335 ayat (1) KUHP bersifat absurd (kabur) atau tidak jelas dan menimbulkan ketidakpastian hukum, sehingga siapapun dengan mudah bisa dijerat pasal karet itu.
Misalnya, orang meludah atau meletakkan barang di rumah orang lain selama pemilik rumah tidak suka, bisa dilaporkan ke polisi. Menurutnya, penerapan Pasal 335 ayat (1) KUHP sering disalahgunakan oleh penyidik, penuntut umum, atau hakim. Sebab, sesuai Pasal 21 ayat (4) huruf b KUHAP, tindak pidana perbuatan tidak menyenangkan ini dapat dilakukan penahanan. Praktiknya, ketika orang dituduh merusak barang atau asusila bisa ditahan, karena pasal yang dirujuk Pasal 335 ayat (1) KUHP.
Mahkamah menilai frasa “Sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan” dalam Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP telah menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan. Sebab, implementasi ketentuan itu memberi peluang terjadinya kesewenang-wenangan penyidik dan penuntut umum terutama bagi pihak yang dilaporkan.
“Ini bertentangan dengan prinsip konstitusi yang menjamin perlindungan atas hak untuk mendapatkan kepastian hukum yang adil dalamproses penegakan hukum,” ujar Hakim Konstitusi, Ahmad Fadil Sumadi, saat membacakan pertimbangan hukum.
Menurut Mahkamah sebagai suatu rumusan delik, kualifikasi,“Sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan”tidak dapat diukur secara objektif. Seandainya pun dapat diukur, ukuran tersebut sangatlah subjektif dan hanya berdasarkan atas penilaian korban, para penyidik, dan penuntut umum semata.
“Sebagai akibat dari adanya rumusan delik yang demikian itu, dapat juga menjadi peluang bagi penyidik dan penuntut umum untuk berbuat sewenang-wenang terhadap orang lain berdasarkan suatu laporan,” kata Fadil
Namun, apabila laporan tidak terbukti di pengadilan, pihak yang dilaporkan jelas telah menderita kerugian karena harus berurusan dengan penyidik dan penuntut umum. Terlebih, lagi apabila yang bersangkutan ditahan yang berarti seseorang telah kehilangan kemerdekaan sebagai hak asasinya.
Padahal hukum pidana dan hukum acara pidana justru ditujukan untuk melindungi hak asasi dari kesewenang-wenangan penegak hukum. Selain itu, yang bersangkutan secara moral dan sosial telah dirugikan karena telah mengalami stigmatisasi sebagai orang yang tercela sebagai akibat laporan tersebut.
Karena itu, lanjut Fadil, permohonan Pemohon dalam pengujian konstitusionalitas Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP sepanjang frasa, “Sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan” beralasan menurut hukum.
Usai persidangan, kuasa hukum Oie, M. Soleh sudah memperkirakan MK akan mencabut frasa ‘perbuatan tidak menyenangkan’ dalam Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP. Dia berharap pihak polisi ataupun jaksa tidak bisa lagi “memanfaatkan” frasa tersebut untuk menahan seseorang.
“Dengan dicabutnya frasa dalam pasal ini polisi tidak bisa bermain-main lagi. Frasanya dihilangkan. Ini pasal karet yang bisa lentur kemana-mana dan sudah menjadi musuh bersama,” kata Soleh
Padahal hukum pidana dan hukum acara pidana justru ditujukan untuk melindungi hak asasi dari kesewenang-wenangan penegak hukum. Selain itu, yang bersangkutan secara moral dan sosial telah dirugikan karena telah mengalami stigmatisasi sebagai orang yang tercela sebagai akibat laporan tersebut.
Karena itu, lanjut Fadil, permohonan Pemohon dalam pengujian konstitusionalitas Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP sepanjang frasa, “Sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan” beralasan menurut hukum.
Usai persidangan, kuasa hukum Oie, M. Soleh sudah memperkirakan MK akan mencabut frasa ‘perbuatan tidak menyenangkan’ dalam Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP. Dia berharap pihak polisi ataupun jaksa tidak bisa lagi “memanfaatkan” frasa tersebut untuk menahan seseorang.
“Dengan dicabutnya frasa dalam pasal ini polisi tidak bisa bermain-main lagi. Frasanya dihilangkan. Ini pasal karet yang bisa lentur kemana-mana dan sudah menjadi musuh bersama,” kata Soleh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar